PENGERTIAN FEMINISME
BAB I
PENDAHULUAN
Perbincangan tentang kehidupan perempuan di dalam masyarakat sangat
menarik untuk dibicarakan. Perempuan sebagai manusia makhluk ciptaan Tuhan
merupakan sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu sisi, perempuan adalah
keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila hingga berkenan
melakukan apapun demi seorang perempuan.
Di sisi lain, perempuan merupakan sosok yang lemah. Sebagian laki-laki
terkadang memanfaatkan kondisi tersebut. Dengan kelemahan yang dimiliki perempuan,
tidak jarang para laki-laki mengeksploitasi keindahannya.
Kebudayaan yang hidup di negara Indonesia ini, secara umum masih
memperlihatkan secara jelas keberpihakannya kepada kaum laki-laki. Kebudayaan
Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang menempatkan perempuan sebagai yang
kedua. Hal tersebut tercermin dalam ungkapan-ungkapan proverbial yang sangat
meninggikan derajat laki-laki, misalnya suwarga nunut neraka katut yang
berarti bahwa kebahagiaan atau penderitaan isteri hanya tergantung pada suami
merupakan contoh ketiadaan peran perempuan dalam keluarga. Akibatnya, seorang
isteri akan mengikuti pangkat kedudukan suami. Contohnya Pak Lurah; maka
isterinya mendapat panggilan dalam masyarakat Bu Lurah. Nama si isteri yang
sesungguhnya pun melesap mengikuti nama dan kedudukan/pangkat suami.
Berdasarkan ilustrai tentang keadaan
perempuan yang disebutkan dalam paragraf di atas, tidak mengherankan bila
pembicaraan mengenai wacana perempuan seolah tidak pernah habis digali. Dalam
berbagai wilayah kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, agama, maupun budaya,
posisi perempuan selalu dan masih saja dimarjinalkan dibawah dominasi
superioritas kaum laki-laki. Kondisi yang telah mapan inilah yang hendak diubah
oleh para aktivis perempuan yang merasa peduli dengan nasib sesamanya yang pada akhirnya memunculkan
gerakan feminisme.
Pemikiran tentang gerakan feminisme
(pembebasan) perempuan ini turut pula berimbas pada berbagai ranah kehidupan
sosial, budaya, dan termasuk karya sastra yang notabene merupakan salah satu
wujud kebudayaan. Hal ini dapat dimaklumi karena sebuah karya sastra bisa
dikatakan wadah untuk menanggapi berbagai peristiwa yang berkecamuk dalam
kehidupan nyata yang sekaligus sebagai kritik sosial dari sang pengarang.
Seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Austin (1989:109). Sastra menyajikan
kehidupan, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial
walaupun karya sastra juga meniru alam dan subjektif manusia”. Berkaitan dengan
penjelasan di atas, maka pembahasan di dalam makalah ini akan terfokus mengenai
seputar sastra feminis, sejarah sastra feminis, dan aliran sastra feminis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women),
berarti perempuan (tunggal), yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Nyoman Kutha Ratna, 2004:184).
Feminisme muncul sebagai upaya
perlawanan dan pemberontakan atas berbagai kontrol dan dominasi kaum laki-laki
terhadap kaum perempuan yang dilakukan selama berabad-abad lamanya. Gerakan
feminisme ini pada awalnya berasal dari asumsi yang selama ini dipahami bahwa
perempuan bisa ditindas dan dieksploitasi dan dianggap makhluk kelas dua. Maka
feminisme diyakini merupakan langkah untuk mengakhiri penindasan tersebut
(Fakih, 2004:99).
Asal pemikiran feminisme ini
sebenarnya berasal dari Perancis, yaitu ketika terjadi revolusi Perancis dan
masa pencerahan di Eropa barat. Berbagai perubahan sosial besar-besaran
tersebut turut pula memunculkan argumen-argumen politik maupun moral. Hal ini
berdampak pada pemusatan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional (Ollenburgger dan Helen,
2002:21). Mesikpun pemikiran feminisme ini bersumber dari negara menara Eiffel
tersebut, namun gerakannya sangat gencar dilakukan di Amerika. Feminisme
sebenarnya diakibatkan ketidakpuasan kaum perempuan terhadap sistem patriarki
yang dirasakan telah lama menindas hak-hak perempuan.
Pada tahun 1776 ketika Amerika
memproklamasikan kemerdekaannya, telah menyebut “all men are created equal”.
Padahal masyarakat dunia telah menjadikan Amerika sebagai barometer keadilan
dan kebebasan hak asasi manusia. Mereka selalu mendengung-dengungkan persamaan
derajat di antara manusia, namun sayangnya hal tersebut tidak dialami oleh kaum
perempuan.
Deklarasi yang telah diprmosikan
tersebut mengakibatkan kekecewaan dan kemarahan dari kaum perempuan yang merasa
tidak dihargai Sikana, 2007:321). Untuk menandingi deklarasi kemerdekaan
Amerika sebelumnya, maka pada tahun 1848 kaum feminisme menyebut “all men
and women are created equal”. Kalimat tersebut dapat dikatakan versi lain
dari deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya yang dirasakan tidak adil oleh
kaum perempuan.
Ada beberapa aspek yang turut
mempengaruhi terjadinya gerakan feminisme, yaitu aspek politik, agama serta
aspek ideologi. (Djajanegara, 2000:4). Aspek politik, yakni ketika wanita
merasa tidak dianggap oleh pemerintah. Begitu pula tatkala
kepentingan-kepentinga kaum perempuan berkaitan dengan politik diabaikan. Dari
aspek agama disebutkan bahwa kaum feminis menuding pihak gereja bertanggung
jawab atas doktrin-doktrin yang menyebabkan posisi perempuan di bawah hegemoni
kaum laki-laki. Ajaran gereja juga berpendapat bahwa kaum perempuan mewarisi Original
Sin atau dikenal dengan Dosa Turunan yang menyebabkan manusia terusir dari
surga hingga terlempar ke bumi. Bahkan kaum Yahudi kuno secara lugas selalu
mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena tidak dilahirkan sebagai seorang
perempuan (Sikana, 2007:321).
Dari aspek ideologi, konsep dikalangan
sosialisme menunjukkan adanya stratifikasi gender yang juga menjadi ciri khas
masyarakat patriarkis. Perempuan mewakili kaum proletar atau kaum tertindas,
sedangkan laki-laki disamakan dengan kaum borjuis atau kelas penindas. Selain
itu dalam konsep sosialisme ini, prempuan dianggap tidak memiliki nilai
ekonomis karena pekerjaan mereka hanya mengurus urusan domestik rumah tangga.
B.
Pengertian Feminisme
Feminisme sebagai sebuah model kritik sastra berasumsi bahwa
aktifitas perempuan bersastra adalah sebuah bentuk konkret dari kesadaran
sosial. Sastra pada aspek lain juga diyakini sebagai sebuah praktik yang
berkonotasi langsung dengan teori kesadaran sosial yang bersifat spesifik.
Sastra feminis adalah sebuah gerakan perjuangan untuk melawan segala bentuk objektifikasi
perempuan. Perempuan dan laki-laki diyakini juga mempunyai perbedaan kesadaran
sosial maupun kontrol sosial.
Sugihastuti (2002:18) berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan
persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik,
ekonomi, pendidikan, sosial, maupun kegiatan terorganisasi yang mempertahankan
hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme merupakan kesadaran akan
penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat
kerja dan rumah tangga.
Menurut Redyanto Noor (2005:99)
memberikan pengertian feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian
pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Sejalan dengan
pendapat ini, Awuy (dalam Dugihastuti, 2002:62) menegaskan bahwa feminisme
bukan monopoli kaum perempuan dan sasarannya bukan hanya masalah gender,
melainkan masalah dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.
Senada dengan kedua pendapat tersebut
di atas, dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya gerakan feminisme adalah
gerakan tranformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum
laki-laki. Dengan demikian gerakan tranformasi perempuan adalah suatu proses
gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan
perempuan) agar lebih baik dan baru. (Riant Nugroho, 2008:61)
Lebih lanjut Retno Winarni (2009:182)
menjelaskan bahwasanya yang dikaji dalam pendekatan feminisme yakni dalam
hubungannya dengan tokoh wanita adalah (a) peranan tokoh wanita dalam karya
sastra, (b) hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, (c) sikap penulis
terhadap tokoh wanita.
Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan tersebut di atas, secara umum feminisme diidentikkan dengan sebuah
gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara kaum laki-laki
dan kaum perempuan dalam berbagai sisi kehidupan dan di dalam karya sastra
pendekatan ini mencoba melihat hubungan tokoh wanita dalam karya, hubungannya
dengan tokoh lain dan sikap pengarang terhadap tokoh wanita di dalam karya yang
dihasilkannya.
C.
Aliran Feminisme
Menurut Mansour Fakih (2007:80-106), ada beberapa perspektif yang
digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu: feminisme liberal,
feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Keempat aliran
feminisme tersebut dibahas secara ringkas sebagai berikut:
a. Feminisme Liberal
Feminisme liberal muncul sebagai
aliran kritik terhadap pendeskriminasian kaum perempuan dalam hal persamaan
kebebasan individu dan nilai-nilai moral. Mounsur Fakih (2007:81) menjelaskan
asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom)
dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara
dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan
persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan
dan hak yang sama antara laki-laki perempuan ini penting bagi mereka karenanya
tidak perlu pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan.
Heropoetri & Valentina 2004:36)
menjelaskan cara pemecahan untuk menyamakan hak kaum perempuan dan laki-laki
adaah menambah kesempatan bagi wanita terutama melalui institusi-institusi
pendidikan dan ekonomi. Asumsinya, apabila wanita diberi akses yang sama untuk
bersaing, mereka akan berhasil. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminisme aliran
ini adalah perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di
dunia dalam kerangka ‘persaingan bebas’ dan mempunyai kedudukan setara dengan
laki-laki.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan perempuan
terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Oleh karena itu, tuntutan
feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam
institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki.
b. Feminisme Marxis
Soenarji Djajanegara (2000:30)
menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan
kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya
memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi.
Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang
disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi.
Berkaitan dengan analisis produksi
yang bersandar pada ideologi Marxis, Jegger (dalam Tong, 1998:182) menyatakan
bahwa Marx menganggap bekerja sebagai memanusiakan manusia. Bekerja dimaksudkan
untuk menghubungkan manusia dengan produk tubuh dan pikirannya, alamnya, dan
manusia lain. Dengan kata lain, feminisme Marxis ingin menghilangkan
kelas-kelas dalam masyarakat. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminis Marxis
adalah perempuan harus masuk dalam sektor publik yang dapat menghasilkan nilai
ekonomi (uang), sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan tidak ada lagi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian
kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan
laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini
adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat.
3. Feminisme
Sosialis
Soenarji Djajanegara (2000:30)
menjelaskan feminisme aliran sosialis meneliiti tokoh-tokoh perempuan dari
sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis ini
mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang
tertindas.
Menurut Samhuri (2002:45) feminisme
sosial menawarkan bahwa perjuangan perempuan hanya akan berhasil jika sistem
pemilikan prbadi berhasil dihancurkan dan lalu berhasilnya transformasi sosial masyarakat
yang menghancurkan kelas-kelas dan penguasaan aat-alat produksi segelintir
orang untuk diserahkan dan dikelola secara sosial.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa feminisme sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi
akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konruksi sosial
dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan
melalui perubahan struktur patriakat untuk kesetaraan gender.
4. Feminsme Radikal
Riant Nugroho (2008:67) menjelaskan
bahwa ada dua sistem kelas dalam feminisme radikal, yaitu sistem kelas ekonomi
yang didasarkan pada hubungan produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan
pada hubungan reproduksi. Sistem kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap
perempuan sedangkan konsep patriarki merujuk pada sistem kelas kedua ini, pada
kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada pemilikan
dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduksi perempuan.
Dijelaskan Moore (1996:27) dalam
feminisme radikal digambarkan bahwa perempuan ditindas oleh sistem-sistem
sosial patriarkis yang merupakan penindasan yang paling mendasar. Penindasan
berganda seperti rasisme, eksploitasi jasmaniah, heteroseksisme dan kelasisme
yang terjadi secara signifikan dalam hubungan dengan penindasan pariarkis.
Jalan keluar yang ditawarkan aliran ini adalah perlu mengubah masyarakat yang
berstruktur patriarkis tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki
terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan
perempuan.
Feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan
perempuan terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Oleh karena itu,
tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam
institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki.
Feminisme marxis memandang penindasan
kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni
perempuan dianggap kaum proletar sedangkan laki-laki dianggap sebagai kaum
borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara
menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat.
Feminisme sosialis memandang
ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender
yang merupakan konstruksi sosial dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan
untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriarki untuk
kesetaraan gender.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Feminisme yaitu pendekatan karya sastra yang fokus perhatiannya
terhadap nilai-nilai budaya masyarakat yang menempatkan perempuan pada
kedudukan tertentu dan melihat nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan
laki-laki dan perempuan.
Gerakan feminisme membuat masyarakat sadar akan kedudukan perempuan
yang inferior. Berbagai kalangan memberikan dukungan kuat pada usaha untuk
meningkatkan kedudukan perempuan. Gerakan ini juga mempengaruhi dalam bidang
sastra sehingga lahirlah sastra feminis. Kajian sastra feminis terbagi atas
beberapa aliran yaitu feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal,
dan feminisme sosialis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar