Senin, 12 November 2012

FEMINISME LAGI!!!!!


PENGERTIAN FEMINISME

BAB I
PENDAHULUAN

Perbincangan tentang kehidupan perempuan di dalam masyarakat sangat menarik untuk dibicarakan. Perempuan sebagai manusia makhluk ciptaan Tuhan merupakan sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu sisi, perempuan adalah keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila hingga berkenan melakukan  apapun demi seorang perempuan. Di sisi lain, perempuan merupakan sosok yang lemah. Sebagian laki-laki terkadang memanfaatkan kondisi tersebut. Dengan kelemahan yang dimiliki perempuan, tidak jarang para laki-laki mengeksploitasi keindahannya.

        Kebudayaan yang hidup di negara Indonesia ini, secara umum masih memperlihatkan secara jelas keberpihakannya kepada kaum laki-laki. Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang menempatkan perempuan sebagai yang kedua. Hal tersebut tercermin dalam ungkapan-ungkapan proverbial yang sangat meninggikan derajat laki-laki, misalnya suwarga nunut neraka katut yang berarti bahwa kebahagiaan atau penderitaan isteri hanya tergantung pada suami merupakan contoh ketiadaan peran perempuan dalam keluarga. Akibatnya, seorang isteri akan mengikuti pangkat kedudukan suami. Contohnya Pak Lurah; maka isterinya mendapat panggilan dalam masyarakat Bu Lurah. Nama si isteri yang sesungguhnya pun melesap mengikuti nama dan kedudukan/pangkat suami.
          Berdasarkan ilustrai tentang keadaan perempuan yang disebutkan dalam paragraf di atas, tidak mengherankan bila pembicaraan mengenai wacana perempuan seolah tidak pernah habis digali. Dalam berbagai wilayah kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, agama, maupun budaya, posisi perempuan selalu dan masih saja dimarjinalkan dibawah dominasi superioritas kaum laki-laki. Kondisi yang telah mapan inilah yang hendak diubah oleh para aktivis perempuan yang merasa peduli dengan  nasib sesamanya yang pada akhirnya memunculkan gerakan feminisme.
          Pemikiran tentang gerakan feminisme (pembebasan) perempuan ini turut pula berimbas pada berbagai ranah kehidupan sosial, budaya, dan termasuk karya sastra yang notabene merupakan salah satu wujud kebudayaan. Hal ini dapat dimaklumi karena sebuah karya sastra bisa dikatakan wadah untuk menanggapi berbagai peristiwa yang berkecamuk dalam kehidupan nyata yang sekaligus sebagai kritik sosial dari sang pengarang. Seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Austin (1989:109). Sastra menyajikan kehidupan, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru alam dan subjektif manusia”. Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka pembahasan di dalam makalah ini akan terfokus mengenai seputar sastra feminis, sejarah sastra feminis, dan aliran sastra feminis.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.   Sejarah Feminisme
        Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women), berarti perempuan (tunggal), yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Nyoman Kutha Ratna, 2004:184).
          Feminisme muncul sebagai upaya perlawanan dan pemberontakan atas berbagai kontrol dan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang dilakukan selama berabad-abad lamanya. Gerakan feminisme ini pada awalnya berasal dari asumsi yang selama ini dipahami bahwa perempuan bisa ditindas dan dieksploitasi dan dianggap makhluk kelas dua. Maka feminisme diyakini merupakan langkah untuk mengakhiri penindasan tersebut (Fakih, 2004:99).
          Asal pemikiran feminisme ini sebenarnya berasal dari Perancis, yaitu ketika terjadi revolusi Perancis dan masa pencerahan di Eropa barat. Berbagai perubahan sosial besar-besaran tersebut turut pula memunculkan argumen-argumen politik maupun moral. Hal ini berdampak pada pemusatan ikatan-ikatan dan norma-norma  tradisional (Ollenburgger dan Helen, 2002:21). Mesikpun pemikiran feminisme ini bersumber dari negara menara Eiffel tersebut, namun gerakannya sangat gencar dilakukan di Amerika. Feminisme sebenarnya diakibatkan ketidakpuasan kaum perempuan terhadap sistem patriarki yang dirasakan telah lama menindas hak-hak perempuan.
          Pada tahun 1776 ketika Amerika memproklamasikan kemerdekaannya, telah menyebut “all men are created equal”. Padahal masyarakat dunia telah menjadikan Amerika sebagai barometer keadilan dan kebebasan hak asasi manusia. Mereka selalu mendengung-dengungkan persamaan derajat di antara manusia, namun sayangnya hal tersebut tidak dialami oleh kaum perempuan.
          Deklarasi yang telah diprmosikan tersebut mengakibatkan kekecewaan dan kemarahan dari kaum perempuan yang merasa tidak dihargai Sikana, 2007:321). Untuk menandingi deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya, maka pada tahun 1848 kaum feminisme menyebut “all men and women are created equal”. Kalimat tersebut dapat dikatakan versi lain dari deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya yang dirasakan tidak adil oleh kaum perempuan.
          Ada beberapa aspek yang turut mempengaruhi terjadinya gerakan feminisme, yaitu aspek politik, agama serta aspek ideologi. (Djajanegara, 2000:4). Aspek politik, yakni ketika wanita merasa tidak dianggap oleh pemerintah. Begitu pula tatkala kepentingan-kepentinga kaum perempuan berkaitan dengan politik diabaikan. Dari aspek agama disebutkan bahwa kaum feminis menuding pihak gereja bertanggung jawab atas doktrin-doktrin yang menyebabkan posisi perempuan di bawah hegemoni kaum laki-laki. Ajaran gereja juga berpendapat bahwa kaum perempuan mewarisi Original Sin atau dikenal dengan Dosa Turunan yang menyebabkan manusia terusir dari surga hingga terlempar ke bumi. Bahkan kaum Yahudi kuno secara lugas selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena tidak dilahirkan sebagai seorang perempuan (Sikana, 2007:321).
          Dari aspek ideologi, konsep dikalangan sosialisme menunjukkan adanya stratifikasi gender yang juga menjadi ciri khas masyarakat patriarkis. Perempuan mewakili kaum proletar atau kaum tertindas, sedangkan laki-laki disamakan dengan kaum borjuis atau kelas penindas. Selain itu dalam konsep sosialisme ini, prempuan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis karena pekerjaan mereka hanya mengurus urusan domestik rumah tangga.
B.   Pengertian Feminisme
Feminisme sebagai sebuah model kritik sastra berasumsi bahwa aktifitas perempuan bersastra adalah sebuah bentuk konkret dari kesadaran sosial. Sastra pada aspek lain juga diyakini sebagai sebuah praktik yang berkonotasi langsung dengan teori kesadaran sosial yang bersifat spesifik. Sastra feminis adalah sebuah gerakan perjuangan untuk melawan segala bentuk objektifikasi perempuan. Perempuan dan laki-laki diyakini juga mempunyai perbedaan kesadaran sosial maupun kontrol sosial.
Sugihastuti (2002:18) berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial, maupun kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga.
          Menurut Redyanto Noor (2005:99) memberikan pengertian feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Sejalan dengan pendapat ini, Awuy (dalam Dugihastuti, 2002:62) menegaskan bahwa feminisme bukan monopoli kaum perempuan dan sasarannya bukan hanya masalah gender, melainkan masalah dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.
          Senada dengan kedua pendapat tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya gerakan feminisme adalah gerakan tranformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki. Dengan demikian gerakan tranformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. (Riant Nugroho, 2008:61)
          Lebih lanjut Retno Winarni (2009:182) menjelaskan bahwasanya yang dikaji dalam pendekatan feminisme yakni dalam hubungannya dengan tokoh wanita adalah (a) peranan tokoh wanita dalam karya sastra, (b) hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, (c) sikap penulis terhadap tokoh wanita.
          Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut di atas, secara umum feminisme diidentikkan dengan sebuah gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam berbagai sisi kehidupan dan di dalam karya sastra pendekatan ini mencoba melihat hubungan tokoh wanita dalam karya, hubungannya dengan tokoh lain dan sikap pengarang terhadap tokoh wanita di dalam karya yang dihasilkannya.

C.   Aliran Feminisme
Menurut Mansour Fakih (2007:80-106), ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu: feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Keempat aliran feminisme tersebut dibahas secara ringkas sebagai berikut:
a. Feminisme Liberal
          Feminisme liberal muncul sebagai aliran kritik terhadap pendeskriminasian kaum perempuan dalam hal persamaan kebebasan individu dan nilai-nilai moral. Mounsur Fakih (2007:81) menjelaskan asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki perempuan ini penting bagi mereka karenanya tidak perlu pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan.
          Heropoetri & Valentina 2004:36) menjelaskan cara pemecahan untuk menyamakan hak kaum perempuan dan laki-laki adaah menambah kesempatan bagi wanita terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan ekonomi. Asumsinya, apabila wanita diberi akses yang sama untuk bersaing, mereka akan berhasil. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminisme aliran ini adalah perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka ‘persaingan bebas’ dan mempunyai kedudukan setara dengan laki-laki.
          Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan perempuan terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Oleh karena itu, tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki.
b. Feminisme Marxis
          Soenarji Djajanegara (2000:30) menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi. Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi.
          Berkaitan dengan analisis produksi yang bersandar pada ideologi Marxis, Jegger (dalam Tong, 1998:182) menyatakan bahwa Marx menganggap bekerja sebagai memanusiakan manusia. Bekerja dimaksudkan untuk menghubungkan manusia dengan produk tubuh dan pikirannya, alamnya, dan manusia lain. Dengan kata lain, feminisme Marxis ingin menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminis Marxis adalah perempuan harus masuk dalam sektor publik yang dapat menghasilkan nilai ekonomi (uang), sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan tidak ada lagi.
          Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat.
3. Feminisme Sosialis
          Soenarji Djajanegara (2000:30) menjelaskan feminisme aliran sosialis meneliiti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang tertindas.
          Menurut Samhuri (2002:45) feminisme sosial menawarkan bahwa perjuangan perempuan hanya akan berhasil jika sistem pemilikan prbadi berhasil dihancurkan dan lalu berhasilnya transformasi sosial masyarakat yang menghancurkan kelas-kelas dan penguasaan aat-alat produksi segelintir orang untuk diserahkan dan dikelola secara sosial.
          Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konruksi sosial dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriakat untuk kesetaraan gender.
4. Feminsme Radikal
          Riant Nugroho (2008:67) menjelaskan bahwa ada dua sistem kelas dalam feminisme radikal, yaitu sistem kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan sedangkan konsep patriarki merujuk pada sistem kelas kedua ini, pada kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduksi perempuan.
          Dijelaskan Moore (1996:27) dalam feminisme radikal digambarkan bahwa perempuan ditindas oleh sistem-sistem sosial patriarkis yang merupakan penindasan yang paling mendasar. Penindasan berganda seperti rasisme, eksploitasi jasmaniah, heteroseksisme dan kelasisme yang terjadi secara signifikan dalam hubungan dengan penindasan pariarkis. Jalan keluar yang ditawarkan aliran ini adalah perlu mengubah masyarakat yang berstruktur patriarkis tersebut.
          Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan perempuan.
           Feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan perempuan terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Oleh karena itu, tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki.
          Feminisme marxis memandang penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat.
          Feminisme sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriarki untuk kesetaraan gender.
           



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Feminisme yaitu pendekatan karya sastra yang fokus perhatiannya terhadap nilai-nilai budaya masyarakat yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu dan melihat nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan laki-laki dan perempuan.
Gerakan feminisme membuat masyarakat sadar akan kedudukan perempuan yang inferior. Berbagai kalangan memberikan dukungan kuat pada usaha untuk meningkatkan kedudukan perempuan. Gerakan ini juga mempengaruhi dalam bidang sastra sehingga lahirlah sastra feminis. Kajian sastra feminis terbagi atas beberapa aliran yaitu feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar